25 Maret 2011

Ruang Lingkup Pembahasan Fiqih II : Ibadah

I.     Ruang lingkup Fiqih yg ke dua yaitu :
II. Muamalat 

IMmuamalat adalah segala sesuatu yang berkenaan denan jual beli, tukar-menukar,dan lain-lain yang dapat bermanfaat kepada orang lain dengan hukum-hukum yang ditetapkan dalam syariat baik berdasarkan Qur’an, Hadist atau ijtihad para ulama.
I.                   JUAL-BELI (BUYU’)
Peraturan atau hukum jual beli dalam Islam ditetapkan sebagai berikut :
1.      Dibenarkan jual beli yang tidak berbentuk riba.
2.      Dalam jual beli perlu ada ijab qabul (tanda terima) yang diucapkan dengan lisan atau perkataan, dan dibolehkan dalam hati masing-masing.
3.      Dilarang memperjualbelikan darah, bangkai, hasil pencurian, wakaf, milik umum, minuman keras, babi, barang yang tidak ada harganya, dan barang yang tidak ada pemiliknya.
4.      Akad jual beli harus dilaksanakan dalam suatu majelis, dapat diterima dan dapat dipegang.
5.       Dalam jual beli dibenarkan adanya hak meneruskan atau membatalkan pembelian suatu barang jika terdapat cacat (aib) atau melihat kepada keadaannya, dan menurut Hanafi dan Maliki “hak khiyar” tersebut boleh lebih dari 3 hari.
6.      Dalam jual beli tersebut harus dilaksanakan oleh orang yang berakal, sedangkan pada anak kecil dibenarkan untuk benda-benda yang tidak bernilai tinggi, kecuali jika mereka telah dewasa (umur 15 tahun).
7.      Jika barang-barang tersebut ditimbang atau diukur maka timbangan atau ukurannya harus tertentu atau diketahui.
8.       Larangan menawar tawaran orang lain atau pun menjual sesuatu yang sudah dibeli oleh orang lain.
9.      Larangan menimbun barang pada saat masyarakat pada saat masyarakat banyak memerlukan barang tersebut.
10.   Larangan jual beli kearah yang bermaksiat kepada Tuhan misalnya menjual patung untuk disembah.
11.  Larangan jual beli yang berunsur kepada penipuan, atau ada paksaan.
12.   Dalam jual beli harus terlihat jelas bedanya, tetapi dibolehkan dengan melihat contoh barangnya, seperti pesanan buku-buku.
II.                RIBA
Riba artinya suatu yang bertambah, dan terjadi dalam bentuk tukar-menukar,  hutang pihutang, dan pinjam-meminjam.
Hukumnya adalah sebagai berikut :
1.      Tukar-menukar emas, perak, makanan atau semacamnya dengan memberikan suatu tambahan yang diperkuat dengan akad maka hukumnya haram, kecuali jika tidak pakai akad.
2.      Riba telah dikutuk oleh Nabi untuk tidak dipraktekkan, sehingga yang ikut berdosa termasuk yang memakannya yaitu para wakilnya (pegawai riba), juru tulisnya, dan bahkan saksi-saksinya.
3.      Riba telah dijelakan oleh Nabi bahwa banyaknya 73 macam, sedangkan dosanya yang paling ringan seperti bersenggama dengan ibunya sendiri.
4.      Jual beli emas dengan emas harus sama timbangannya dan beratnya, juga perak dengan perak, barang siapa menambah atau meminta tambah maka hal itu disebut riba.
5.      Riba fadhal yaitu jual beli terhadap suatu barang dengan zatnya yang sama tetapi kualitasnya yang berbeda sehingga satu kilogram benda bersedia untuk ditukar dengan 2kilogram yang lain karena yang satu kilogram itu lebih bermutu.
6.      Riba nasiah yaitu pinjaman dengan keharusan untuk memberikan tambahan atau bunga ketika akan membayarnya, hukumnya haram.
 
III.             QIRADH
Qiradh yaitu pemberian pinjaman modal kepada orang lain untuk diperdagangkan yang bentuk keuntungannya diatur dalam suatu perjanjian bersama.
Hukum qiradh :
1.      Antara kedua belah pihak yaitu antara pemberi dan penerima modal harus berakal dan dewasa.
2.      Pemberi modal boleh memberikan hak penuh kepada orang yang akan menjalankan modalnya untuk urusan kerja atau perdagangan.
3.      Kedudukan modal bisa dalam bentuk uang atau benda.
4.      Penerima modal dilarang menghutangkan barang kepada orang lain kecuali seizin pemberi modal, tempat yang dituju harus jelas. Sedangkan uang makan atau belanja pribadi dan sedekah tidak ditanggung oleh pemberi modal.

5.      Penerima modal tidak dituntut ganti rugi jika terjadi kehilangan atau mengalami kerugian.
IV.             MUSAQAH
Musaqah yaitu perjanjian antara kedua belah pihak yang bentuknya yaitu pihak kesatu menyerahkan tanahnya kepada pihak kedua untuk ditanami degnan syarat bagi hasil atau berdasarkan perjanjian lain yang disetujui bersama, hukumnya jaiz atau boleh.

V.                MUZARA’AH
Muzara’ah yaitu kerja sama antara pemilik tanah dengan pemilik benih untuk
mengolah tanah pertanian atau ladang, sedangkan benihnya dari petani yang bekerja kemudian diadakan persetujuan bersama yang diatur dalam bagi hasil. Dan jika benih itu berasal dari yang memiliki tanah maka hal itu disebut muqabarah.
Peraturan hukumnya :
1.      Muzara’ah atau muqabarah dibolehkan sesudah berdasar hadist :
Artinya : dari ibn umar bahwa rasulullah SAW mempekerjakan penduduk khaibar dengan perjanjian akan diberi sebagian dari hasilnya yang keluar baik berupa buah-buahan atau palawija (HR. Muslim).
2.      Muzara’ah adalah merupakan kerja sama dalam pertanian dengan bentuk perjanjian yang harus adil dan sama-sam menguntungkan.
3.      Jika nantinya harus mengeluarkan zakat pertanian maka zakat itu harus dikeluarkan dari hasil pertanian itu seelum dibagi.

VI.             IJARAH
Ijarah adalah mengupahkan seseorang dalam tugas sesuatu misalnya untuk mengajari anak-anakmembaca Qur’an dan hukumnya boleh. Dalam hadist Nabi dinyatakan : Bahwa yang paling tepat untuk kamu ambil upahnya yaitu yang berkenaan dengan Kitab Allah atau Qur’an (HR. Bukhari).
Dalam Hadist lain disebutkan :
Artinya : Bahwa Nabi s.a.w berbekam (hijamah/canduk) dan memberikan kepada tukang bekam itu upahnya (HR. Bukhari).  

Tuhan berfirman :
 
Artinya : tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS. Ath-thalaq 6)
Hukum Ijarah :
1.      Antara kedua belah pihak diperlakukan satu perjanjian yang adil.
2.      Bentuk upah, waktunya, jumlah upah, dan sifat-sifatnya harus jelas.
3.      Memiliki manfaat dan tidak ada larangan agama terhadap pekerjaan tersebut.
4.      Sebagian ulama memandang bahwa semua upah yang berkenaan dengan ibadah sama halnya dengan makan harta manusia dengan cara yang tidak halal.

VII.          RAHAN (GADAI)
Rahan adalah penitipan barang kepada  orang lain dengan tujuan untuk beroleh satu pinjaman dan barang tersebut digadaikan seperti titipan untuk memperkuat jaminan pinjamannya.
 
Allah berfirman :
  
Artinya : jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah 283).
Hukum Rahan :
1.      Terdapat sighah atau ucapan ijab qabul.
2.      Antara kedua belah pihak terjadi ikatan perjanjian, dan keduanya berhak membelanjakan hartanya sehingga mereka tidak gila dan bukan anak-anak.
3.      Barang yang digadaikan adalah barang yang dibenarkan untuk dijual-belikan.
4.      Terhadap barang yang digadaikan itu dengan syarat antara kedua belah pihak terjadi ikatan hutang atau pinjaman.
5.      Barang yang digadaikan tidak boleh diserahkan kepada orang lain misalnya dijual, kecuali dengan izin orang yang menggadaikan.
VIII.       IQRAR
Iqrar adalah pengakuan dari seseorang dengan sebenarnya terhadap apa yang  dinyatakan oleh dirinya dalam suatu tindakan hukum misalnya pengakuan berhutang kepada orang lain atau sebagai pencuri, dsb.
            Allah berfirman :
   
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS. Annisa’ 135)
Hukum Iqrar :
1.      Orang yang mengaku  hendaknya berhak berbelanja, sedangkan pengakuan anak-anak dan orang gila tidak disahkan.
2.      Ada lafaz pengakuan dan hak yang disahkan.
3.      Bolehnya membatalkan pengakuan yang berhubungan dengan hak Allah, tetapi tidak dibenarkan hal itu jika terjadi pada hak kemanusiaan.

IX.             SHADAQAH, HIBAH dan HADIAH
1.      Sadaqah atau sedekah yaitu pemberian sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain misalnya makanan, minuman atau harta dengan tidak mengharapkan balasan dari orang yang menerimanya kecuali mengharapkan pahala dari Allah SWT.
2.      Hibah yaitu pemberian sesuatu kepada orang lain tanpa mengharapkan ganti sesuatu dari orang yang diberi. Adapun syarat pemberian hibah dari ayah kepada anaknya harus adil dan tidak boleh ditarik kembali kecuali pemberian ayah kepada anaknya (HR Ahmad).
3.      Hadiah yaitu pemberian dengan tujuan untuk menghormati orang yang diberi disamping untuk mendapatkan ganjaran dari Allah, dengan demikian bentuk hadiah adalah seperti sedekah dan hibah (hukumnya sunnat).

Hukum pemberian harta :
1.      Pemberian harta kepada orang lain baik kepada family, fakir miskin, orang-orang musafir atau pengemis hukumnya sunat
  
Artinya : bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah 177)

2.      Syarat-syarat bagi pemberi yaitu orang yang dibebaskan berbelanja, dewasa, berakal, dan bukan pemboros, dan tidak sah dari wali yang menahan harta orang yang dilindunginya.
3.      Tidak disahkan pemberian harta kepada bayi yang masih dalam kandungan ibunya, karena mereka tidak dapat memiliki benda-benda pemberian itu. Adapun pemberian harta kepada orang-orang mukallaf yang belum bias membedakan antara baik dengan buruk dapat diterima oleh walinya.
4.      Terdapat ijab qabul yaitu ucapan tanda terima misalnya ucapan pemberi : “Aku berikan harta ini padamu”. Lalu dijawab oleh yang menerima : “Aku terima pemberianmu”.
5.      Pesta khitanan misalnya yang mengundang orang banyak yang kemudian sebagian diantara para tamu memberikan hadiah, maka hadiah itu milik anaknya teteapi sebagian berpendapat untuk ayahnya karena pemberian tersebut bentuknya umum. Sehingga cara yang lebih tepat dalah dengan mengikuti adat kebiasaan setempat. Adapun pemberian suami kepada istrinya tidak dapat menjadi milik istri kecuali dengan ijab qabul.
6.      Tidak boleh menghibahkan barang yang digadaikan, anjing, kulit bangkai sebelum disamak dan barang najis.
7.      Sebagian berpendapat tidak sahnya bentuk hibah kepada seorang miskin terhadap pinjamanatau hutang yang ia terima yang kemudian oleh pemberi hibah diniatkannya sebagai zakat.

X.                WADI’AH
Wadi’ah artinya titipan. Tuhan menyatakan dalam Qur’an : Bahwa Allah memerintahkan padamu agar menyerahkan amanat kepada pemiliknya
  
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (QS. Annisa’58).

          Adapun syarat bagi orang yang menerima titipan itu adalah sebagai orang yang jujur, dan jika demikian hukumnya sunat karena hal itu merupakan satu kerja sama yang baik. Dan barang titipan yang tidak diketahui pemiliknya dan telah berlangsung lama sesudah dicari pemiliknya maka benda itu dapat digunakan untuk kepentingan kaum Muslimin.

download selengkapnya disini

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ruang Lingkup Pembahasan Fiqih II : Ibadah

0 Komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan Komentar di Didit Blog | Silahkan berkomentar dengan bebas, tidak mengandung SARA | komentar dengan link HIDUP akan dihapus | Terimakasih ^_^